KEMAJEMUKAN PENDUDUDUK TANAH LUWU DALAM HAL AGAMA, RAS, DAN ETNIK

Nama : Guntur Adiputra

Nim : 1801414102

kelas : 2 C PGSD

1. Kemajemukan Penduduk Tana Luwu dalam Hal Agama.

Didaerah tana Luwu juga banyak agama yang berkembang yaitu Islam, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghu Cu. Penduduk tana Luwu menyakini dan mepercayai agamanya masing-masing. Kebanyakan masyarakat menganut agama islam. Agama islam dimulai dengan adanya perdagangan dari luar yang memperkenalkan agamanya dan kebanyakan dari mereka ada yang tinggal untuk menikah dengan orang Luwu dan masuk ke agama istrinya atau mengikuti ajaran islam, dan ada pula orang luar yang masuk kedalam untuk menyiarkan ajaran islam serta mengajak masyarakat untuk berorganisasi untuk mengikuti kajian-kajian tentang islam.

2. Kemajemukan Ras di Tana Luwu.

Ras menyangkut ciri-ciri jasmani pada manusia yang diwariskan secara turun-temurun, yang meliputi warna kulit, tinggi badan, warna rambut, bentuk tengkorak, bentuk kelopak mata, golongan darah dan bau badan. Di tanah luwu banyak keberagaman Ras mulai dari warna kulit ada putih, hitam, kuning, dan coklat atau sawo matang. Ada pun tinggi badan yang berbeda ada yang tingginya 180 cm, 175 cm, 165 cm, 155 cm sampai yang paling kecil 145 cm. Begitu pun dengan warna rambut ada yang berwarna hitam, merah, coklat dan putih. Kemudian golongan darah ini berbeda-beda dimiliki penduduk tana Luwu sesuai keturunannya ada golongan darah A,B,AB, dan O.

3. Kemajemukan Etnik di Tana Luwu.

Penduduk tana Luwu terdiri dari berbagai etnik yang berbeda, mulai dari suku Bugis, Toraja, Makassar, Mandar, Duri, Bone, Kajang, Pattinjo, Maiwa, Enrekang, dan Pettae. Bahasa daerah yang digunakan penduduk tana Luwu bermacam-macam mulai dari bahasa bugis, bahasa makassar, bahasa Tae’. Rumah adat yang terkenal di tana Luwu adalah tongkonan. Ada pun budaya keseniannya berupa tarian yaitu tari pattenung, kipas pakarena, pajoge, ma’randing, dan bosara. Untuk pakaian adat juga berbeda yaitu baju bodo, baju tutu, baju pokko, dan baju seppa tallung buku. Alat musik khas tana luwu seperti kecapi, gendang, dan suling bambu. Salah satu masjid tertua di tana Luwu ini adalah Masjid Jami’. Di tana Luwu ada yang paling bersejarah yaitu Istana datu Luwu yang menjadi saksi atas terbentuknya tanah luwu.

Dengan adanya kemajemukan atau keanekaragaman di tanah luwu ini atau biasa disebut SARA (suku, agama, ras dan antargolongan) menjadikan penduduk bisa memperkenalkan dunia luar bahwa tana Luwu mempunyai banyak tradisi dan kesenian yang patut di contoh. Dan pastinya tetap bhineka tunggal ika berbeda-beda tapi tetap satu.

BENTANG BUDIDAYA MASYARAKAT ENREKANG DAN KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT ENREKANG

Nama : Guntur Adiputra

Nim : 1801414102

Kelas : Pgsd 2 C

A. Budidaya Masyarakat Enrekang

Masyarakat adat Kaluppini yang berada dikawasan pengunungan di Kecamatan Enrekang. Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan Mereka merayakan lebaran sehari lebih awal dibanding lebaran yang ditetapkan pemerintah dengan sejumlah pertimbangan, terkait penanggalan dan kebiasaan adat setempat.

Selesai salat led, sekitar sejam berselang, mereka melakukan ritual selanjutnya, yaitu berziarah kubur. Sebagai rangkaian ziarah kubur ini, semua warga berkumpul mengelilingi bahan ritual berupa pisang, nangka dan songkolo (nasi ketan hitam).

Masyarakat adat kaluppini, Enrekang selatan, sangat ketat dlam menjaga adat dan tradisi, termasuk saat lebaran, ada puluhan ritual dilaksanakan setiap tahunnya.

Selepas ritual ziarah kubur ini dilanjutkan dengan ritual makan bersama, sebagai pernyataan syukur dan sekaligus doa untuk keluarga yang sudah meninggal. Pada acara ini dimulai dengan pemotongan hewan berupa ayam, kambing atau sapi.

Untuk mereka dengan kempuan terbatas biasanya dilakukan acara makan bersama dirumah imam. Mereka menyumbang ayam, kelapa, beras, kayu bakar dan lainnya.

Pada perayaan kali ini seratusan ayam potong, yang dimasak dengan bumbu sederhana nantinya akan disajikan bersama nasi dan songkolo ( nasi ketan hitam) beralas daun jati.

Menarik dalam pelaksanaan acara makan bersama yang dilakukan disetiap ritual, selalu disajikan diatas daun jati dengan porsi nasi dan ayam yang bisa empat kali lipat. Makanan ini biasanya tak dihabiskan di saat itu juga. Sisa makanan ( nanre sesa ) di bungkus dengan daun jati untuk dibawa pulang.

Bagi masyarakat dengan penghasilan rendah akan sangat membantu mereka dalam rangka pemenuhan protein. Apalagi pada hari biasa protein dalam bentuk ikat sulit dipenuhi karena akses pasar yang agak jauh.

B. Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Enrekang

Sejak abad XIV, daerah disebut Massenrempulu yang artinya mememinggir gunung atau menyusur gunung, sedangkan sebutan Enrekang dan Endeng yang artinya Naik Dari atau Panjat dan sinilah asal mulanya Endekan. Masih ada arti versi lain yang dalam pengertian umum sampai saat ini bahkan dalam Administrasi Pemerintahan telah dikenal dengan nama “ENREKANG” versi Bugis sehingga jika dikatakan bahwa daerah kabupaten Enrekang adalah daerah daerah pegunungan sudah mendekati kepastian, sebab jelas bahwa kabupaten Enrekang terdiri dari gunung-gunung dan bukit – bukit sambung menyambung mengambil 1.786.01 km.

Tujuh kawasan kerajaan yang lebih dikenal dengan federasi ” pitue Massenrempulue” yaitu

1. Kerajaan endekan yaitu yang dipimpin arung atau puang endekan

2. Kerajaan kassa yang dipimpin arung massa

3. Kerajaan batulappa yang dipimpin oleh arung batulappa

4. Kerajaan tallu batu papan (Duri) yang merupakan gabungan dari buntu batu malua allah. Buntu batu dipimpin arung puang

5. Kerajaan maiwa yang dipimpin oleh arung maiwa

6. Kerajaan letta yang dipimpin oleh arung letta

7. Kerajaan baringin ( beringgeng) yang dipimpin oleh arung baringeng

Kawasan Massenrempulu berubah menjadi kawasan kewedanan Enrekang dengan pucuk pimpinan pemerintahan disebut kepala pemerintahan negeri Enrekang ( KPN Enrekang ) yang meliputi lima SWAPRAJA, yakni :

1. SWAPRAJA ENREKANG

2. SWAPRAJA ALLA

3. SWAPRAJA BUNTU BATU

4. SWAPRAJA MALUA

5. SWAPRAJA MAIWA

Adapun pernyataan resolusi tersebut antara lain

1. Pernyataan Partai, Ormas Massenrempulu di Enrekang pada tanggal 27 Agustus 1956

2. Resolusi panitia penuntut kabupaten Massenrempulu di makassar pada tanggal 18 september 1956 yang diketahui oleh almarhum Drs. H. M. RISA

3. Resolusi HIKMA di pare – pare pada 29 november tanggal 1956

4. Resolusi raja – raja ( ARUM PARPOL atau ORMAS MASSENREMPULU) dikalosi pada tanggal 14 Desember 1956